Tuesday, April 19, 2005

Al-Quds

Oleh : Amrozi M Rais
Direktur Center for Middle East Studies (COMES) Jakarta

Tiga pekan lalu, TV Aljazeera yang bermarkas di Doha, Qatar, menayangkan rapat kelompok garis keras Yahudi yang berencana mengepung dan menyerang Masjid Al-Aqsha pada 10 April 2005. Tepat tanggal itu, jam setengah delapan pagi (waktu setempat), kelompok garis keras ini mulai memadati kompleks Masjid Al-Aqsha dengan ribuan pendukung yang fanatik. Namun di dalam kompleks sendiri, telah bersiaga siaga puluhan ribu warga Muslim Palestina yang siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan terburuk bagi masjid yang suci itu. Bahkan mereka siap untuk mati syahid demi membela kiblat pertama umat Islam, Masjid Al-Aqsha.


Pihak kepolisian Zionis Israel sendiri juga sempat menangkap 6 koordinator lapangan aksi yang mencoba memaksa masuk ke kompleks masjid. Sempat terjadi ketegangan antara pihak polisi Israel dan jamaah kaum Muslimin yang hendak menuju ke masjid. Hal ini dipicu oleh upaya penghadangan warga Palestina terhadap kelompok garis keras Yahudi yang tetap bersikeras merangsek masuk ke masjid. Sehingga polisi Israel terpancing untuk membela orang Yahudi dan terus mengejar-ngejar warga Palestina yang mulai marah karena tidak diizinkan masuk mengikuti jejak rekan-rekannya yang sudah duluan masuk ke Masjid Al-Aqsha.

Berkat kesigapan dan kesiagaan umat Islam Palestina, juga mungkin tindakan penjagaan pihak aparat polisi Israel atas keamanan masjid, rencana pengepungan dan penyerangan itu gagal. Tapi yang sangat mengejutkan adalah pernyataan kelompok ultranasionalis Yahudi Revava yang akan kembali menggalang kekuatan mendirikan sinagog Yahudi di atas Masjid Al-Aqsha pada 9 Mei 2005 dan melakukan sembahyang di tempat suci tersebut.

Sejarah Penodaan dan penindasanSebenarnya rencana jahat dari kelompok ultranasionalis Yahudi bukanlah yang pertama kalinya mengancam dan menodai Masjid Al-Aqsha. Sudah hampir 38 tahun upaya jahat itu dilakukan, berikut ini data penyerangan dan penodaan tersebut sejak dari tahun 1967. Pada 7 Juni 1967, pemerintah kolonial Israel, setelah menjajah bagian timur kota Al-Quds tahun 1967, merampas kunci-kunci pintu barat (Masjid Al-Aqsha) dan sampai sekarang belum dikembalikan. Pada 21 Agustus 1969, seorang teroris Yahudi, Danis Rohan, merangsek masuk ke halaman Masjid Al-Aqsha dan berhasil mencapai mihrab (tempat imam shalat) lalu membakarnya dalam upayanya menghancurkan masjid suci tersebut. Api itu sempat menjalar ke penjuru halaman lainnya, namun penduduk Palestina berhasil memadamkannya hingga tidak sampai meluas ke mana-mana.

Selanjutnya pada 11 Oktober 1979, poolisi kolonial Israel melepaskan tembakan dan gas air mata secara bertubi-tubi ke arah jamaah shalat sehingga menyebabkan puluhan jamaah tersebut luka-luka. Adapun pada 14 Agustus 1979, Kelompok radikal Yahudi, Ghorshon Salamon, berusaha merangsek Masjid Al-Aqsha, namun upayanya ini gagal. Kemudian seorang radikal lainnya, Mair Kahana bersama kelompoknya kembali berusaha merangsek masjid didukung oleh aparat polisi dalam jumlah besar. Namun ada lebih dari 20 ribu penduduk Palestina menghadang upaya tersebut dan terlibat bentrokan sengit antara mereka dengan polisi kolonial Israel demi menjaga kesucian masjid. Selama bentrokan tersebut, ada puluhan warga muslim yang terluka.

Pada 19 April 1980, para pendeta Yahudi mengadakan kongres di Al-Quds (terjajah) merencanakan untuk menguasai Masjid Al-Aqsha. Selanjutnya, 28 Agustus 1981, pihak pemerintah kolonial Israel menggali terowongan di bawah halaman masjid. Dan pada 20 Maret 1982, para kelompok radikal Yahudi menggunakan kesempatan keputusan konferensi para pendeta Yahudi pertama dengan mengirimkan surat ancaman dalam berbagai bahasa, Ibrani, Inggris, Spanyol dan lainnya kepada para pejabat kementrian Waqaf Islam. Mereka meminta Waqaf Islam untuk meninggalkan Masjid Al-Aqsha.

Pada 20 Mei 1982, pejabat di Waqaf Islam menerima surat ancaman melalui pos dari kelompok-kelompok radikal Yahudi yang memintanya agar mengizinkan orang-orang Yahudi menunaikan ritualnya di Masjid Al-Aqsha. Jika tidak, mereka akan diancam dibunuh. Tanggal 11 April 1982, seorang teroris bernama, Goldman, dan salah satu anggota militer Israel merangsek masuk ke halaman masjid lewat pintu Al-Ghawanemah. Lalu melepaskan tembakan, secara serampangan, ke arah jamaah shalat hingga mengakibatkan sejumlah penduduk Palestina gugur syahid seketika dan 60 lainnya luka-luka. Setelah itu, Goldman merangsek ke Masjid Qubbah Shakhra dan mengancam akan merobohkannya. Akan tetapi upaya si 'teroris' itu gagal karena dihalang-halangi oleh penduduk Palestina.

Pada 20 Januari 1983, organisasi-organisasi Yahudi Amerika menggalang dana untuk pendirian haikal di atas reruntuhan Al-Aqsha dengan membuat dompet-dompet peduli. Tanggal 26 Mei 1983, pintu utama bangunan Kementrian Waqaf Islam roboh akibat pihak kolonial Israel menggali terowongan sepanjang 3 meter. Pada 21 Agustus 1985, kepolisian kolonial Israel akan mengizinkan orang-orang Yahudi radikal untuk menunaikan kegiatan agamanya di Masjid Al-Aqsha jika ada 10 orang yang memintanya.

Selanjutnya pada 4 Agustus 1986, sejumlah pendeta Yahudi menyelengarakan konferensi khusus yang kemudian memutuskan untuk mengizinkan kepada orang-orang Yahudi menunaikan ritual agamanya di Masjid Al-Aqsha. Mereka juga memutuskan untuk membangun sinagog Yahudi di halaman masjid suci tersebut. Terjadi pula tindakan represif aparat polisi kolonial Israel terhadap aksi unjuk rasa yang dilakukan selepas Shalat Jumat pada 12 Mei 1988. Akibatnya, ada lebih dari 100 jamaah shalat menjadi korban luka-luka.

2 Juli 1988: Departemen Agama Israel menggali terowongan di dekat pintu Al-Ghawanemah. Dan pada tanggal yang sama Mahkamah Agung Israel memutuskan untuk mengizinkan kepada para kelompok radikal Yahudi memasuki Masjid Al-Aqsha dan menunaikan ritual agamanya di halaman masjid. Hal ini menggambarkan dukungan resmi Israel kepada aksi-aksi penindasan terhadap Masjid Al-Aqsha.

Pada 27 Juli 1996, kelompok Yahudi yang menamakan dirinya dengan sebutan 'Penjaga Haikal' merangsek halaman Masjid Al-Aqsha dengan kawalan dari militer kolonial Israel. Pada 25 September 1996, terowongan digali di bawah masjid suci itu. Selanjutnya, pada 13 Mei 1998, sejumlah pemukim Yahudi melakukan tindakan jahat baru terhadap Masjid Al-Aqsha dengan membakar salah satu pintu utamanya. Dan bagian-bagian pintu tersebut memang sudah hancur. Terakhir, 10 Agustus 1999, pihak pemerintah kolonial Israel, dibawah gelap malam, melakukan penutupan terhadap jendela dinding Masjid Al-Aqsha di bagian selatan, yang menyebabkan penerangan masjid menjadi gelap.

Di balik aksi jahatBarangkali sebab utama kenapa kelompok garis keras Yahudi ini tetap nekat melakukan rencana jahat itu adalah kekalahan mereka dalam politik praktis. Saat pihak garis kanan berhaluan keras di parlemen Israel, Knesset, kalah dalam voting yang digelar pada Senin (28/3) dengan perbandingan 72 suara menolak referendum dan 38 suara lainnya mendukung referendum. Maksud dari referendum sudah jelas, yaitu meminta agar rencana 'sepihak' PM Israel Ariel Sharon menarik pasukannya dari Jalur Gaza dilakukan melalui referendum penduduk Israel, bukan hanya dari pihak Sharon saja.

Apakah orang Yahudi setuju dengan penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza dan membongkar permukiman Yahudi yang ada di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Setelah kekalahan itu, pihak garis Yahudi ini ingin menunjukkan kepada Sharon dan tentunya kepada dunia, bahwa mereka masih punya eksistensi yang patut diperhitungkan oleh Sharon. Apa yang harus mereka lakukan? Ya, salah satunya adalah dengan membuat skenario jahat menyerang dan menduduki Masjid Al-Aqsha. Karena bargaining politik di level politik praktis gagal setelah mereka kalah dalam voting soal referendum penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza.

Sebetulnya ada sejumlah isyarat yang menunjukkan betapa kelompok-kelompok garis keras Yahudi sudah merencanakan dengan 'serius' penyerangan dan pendudukan Masjid Al-Aqsha. Diantara indikasi itu adalah, pertama, pemasangan spanduk besar-besaran di kota-kota Israel yang menyerukan warga Yahudi untuk ikut bersama-sama menyerang dan menduduki Masjid Al-Aqsha. Kedua, pihak maskapai penerbangan melakukan sosialisasi visual di setiap pesawat terbangnya dengan memasang foto kota Al-Quds (Jerusalem) dengan tidak memperlihatkan Masjid Al-Aqsha dan Qubbah al-Shakhra. Bahkan sebaliknya, mereka menggantikan masjid suci itu dengan sinagog Yahudi (Haikal Sulaiman).

Ketiga, sejumlah kelompok agama Yahudi meyakini bahwa tahun 2005 adalah tahun terakhir untuk membangun sinagog Yahudi di atas Masjid Al-Aqsha. Jika sampai batas ini tidak terlaksana, maka, menurut keyakinan mereka, kemarahan Tuhan akan segera turun menimpa mereka. Keempat, tidak hanya tanggal dan hari yang mereka tetapkan, tapi sampai batas jam penyerangan sudah ditentukan, yaitu setengah delapan pagi (waktu setempat, atau sekitar jam satu siang waktu Indonesia barat).

Dari semua indikasi di atas itu, memang mereka tidak main-main untuk melaksanakan rencana jahatnya. Terlebih kegagalan yang mereka alami kemarin, Ahad (10/4), tidak membuat kelompok garis keras Yahudi itu untuk mengendorkan niatnya menduduki dan mendirikan sembahyang di Masjid Al-Aqsha pada tanggal 9 Mei nanti. Mereka sangat serius dengan rencana jahat itu, dan adakah umat Islam sadar bahwa salah satu tempat yang disucikan oleh agamanya tersebut terancam kesuciannya oleh tangan-tangan kotor Yahudi. Tidakkah mulai sekarang umat Islam untuk merapatkan barisan menentang semua makar Yahudi itu? Wallahu a'lam bis showab. (Republika online)

Ya Rabb, lindungilah kami dan saudara-saudara kami.
Bantulah kami untuk tetap ikhlas, agar yang kami lakukan ini tidak menjadi sebuah kesia-siaan.
Tetapkanlah kami di jalan-Mu, jalan yang selalu Engkau ridhai.
Hidupkanlah kami dalam kemuliaan, dan matikanlah kami dalam syahid di jalan-Mu.
Amin Ya Rabal'alamin...

-Khaibar khaibar ya Yahud! Jaisu Muhammad shoufa ya'ud!-

No comments: