Thursday, April 28, 2005

Perjuagan Memang Berat...

Diforward dari http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0405/27/0107.htm

PERJUANGAN, walau hanya untuk menanyakan hak dan kebenaran, memangmemerlukan pengorbanan. Tapi ketika risiko dan pengorbanan itu harus ditanggung oleh orang-orang yang kita kasihi, manusia mana yang tak akan terpukul?

Seperti dialami oleh DG, ayah dari seorang anak perempuan yang saat ini duduk di kelas III SMA 3 Bandung berinisial IM. Karena DG terus mempertanyakan kejanggalan kebijakan yang diambil oleh sekolah tersebut,anak perempuannya justru menjadi korban kekerasan psikologis dari guru-guru yang merasa gerah dengan pertanyaan-pertanyaannya.Secara kebetulan, “PR” bertemu dengan DG di suatu pertemuan rakyat terpinggirkan di Babakan Siliwangi, Sabtu (23/4).

Kepada “PR” DG menceritakan apa yang dialami oleh putrinya sejak September 2004, karena pada saat itu ia mengirim surat yang mempertanyakan kenapa guru-guru SMA 3 Bandung berangkat ke Bali selama seminggu dengan mengorbankan jam efektif belajar siswa. Sebuah pertanyaan yang wajar diajukan orang tua yang ingin anaknya mendapatkan haknya. Namun apa yang terjadi? Alih-alih mendapat jawaban langsung dari pihak sekolah, malah IM yang harus mendapatkan sindiran dan ungkapan-ungkapan sinis dari guru kelasnya. Sampai keluar pernyataan dari seorang guru, “Kalau sudah miskin jangan macam-macam!” Menurut DG, saat itu IM sempat terpukul dan tidak masuk sekolah karena merasa malu dan tertekan. Namun IM bisa dikuatkan, untuk kembali bersekolah dan DG tidak pernah berhenti untuk mempertanyakan berbagai kejanggalan kebijakan yang ia lihat.Upaya DG untuk bertemu dengan kepala sekolah (yang terdahulu) maupun dengan Dewan Sekolah tidak juga berhasil. Ajakan untuk berdialog mengenai berbagai hal yang diangap DG merugikan orang tua siswa juga tak ditanggapi.Di sisi lain, sejak September 2004 hingga April 2005 ini, ternyata berbagai sindiran dan kesinisan guru kepada IM tidak juga berhenti.Kata-kata seperti, “Kalau ibu bertemu orang tuanya, sampai wirid,” “Orangtuanya itu tidak pernah bayar DSP dari kelas I sampai kelas III,” “Sirik tanda tak mampu,” dan berbagai sindiran lainnya, hampir setiap hari didengar IM.Bahkan menurut DG, tampaknya hal semacam itu dilakukan secara sistematis.Di depan siswa di kelas, guru-guru tak berhenti menyebutkan adanya orangtua siswa yang bermasalah. Dikatakan pula dengan jelas, orang tua bermasalah itu ayah dari seorang siswa di kelas III. Puncaknya pada pekan lalu, seorang guru di depan kelas mengatakan bahwa DG bukan orang yang tahu berterima kasih. Dituduhnya DG dan IM sebagai orang yang memohon-mohon untuk bisa masuk SMA 3.“Saya tidak bisa terima kalau kami disebutkan memohon-mohon masuk ke SMA3. Saya juga tidak bisa terima kalau kami tidak pernah membayar DSP dari kelas I sampai kelas III. Anak saya bisa sekolah di SMA 3 karena mendapatkan beasiswa dari sebuah perusahaan farmasi. Kalau guru itu bilang di hadapan siswa bahwa kami tidak pernah bayar, itu merupakan kebohongan publik,” ujar DG terbata-bata.

Pernyataan seorang guru pada pekan lalu itu rupanya membuat IM sangat terpukul. Komunikasi dengan ayahnya yang awalnya akrab, tiba-tiba mandek.Sampai suatu hari DG menerima surat dari putri sulungnya itu. Ditulis dengan bahasa remaja, begini sebagian isinya:”Jujur, IM ga kuat lagi dijadiin objek rasa kesal guru-guru yang selalu bercerita dengan menyudutkan, merendahkan, dan selalu merasa kalau Ayah yang salah. IM mau tegar, tapi setelah guru IM bercerita lagi, IM merasa ga bakal kuat menanggung beban ini. IM mau ujian dan ga mau cape mendengar cerita guru yang sebenarnya ga harus diceritakan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dan ga ada hubungannya dengan pelajaran. Guru IM bilang kalau kita bukan orang yang tau terimakasih. Kita sebagai orang yang udah “mohon-mohon” untuk bisa masuk SMA 3 (dengan kemampuan finansial yang ancur habis!), sudah dibantu malah menjelek-jelekan. Apa yang diceritakan guru IM selama satu jam pelajaran sangat membuat IM sakit.“...dan buat apa yang bakal ayah lakuin? Menyelamatkan anggaran? Buat apa,yah? Bukan uang kita kan? Terus apa ruginya kita? Toh, orang yang punya duitnya juga gak repot. Oke, niat ayah emang baik, terpuji. Tapi apa yang bakal kita dapet? Pahala? Wallahu’alam. Kecuali, kalo emang ayah ngebayar tiap bulannya duit bulanan sekolah IM. Baru ayah punya satu hak untuk nanya dikemanain uang-uang itu. Kenyataannya sekarang? Ayah gak pernah ngelakuin itu kan. Jadi, hak kita apa? IM gak mau disebut orang miskin yang gak tau diri. Gak enak kedengerannya. Kenapa IM langsung nyangkut ke hal ini? Karena tiap guru yang ngomong, nyeritain semua yang terjadi di sekolah dengan versi dia. Pasti nyangkut dengan itu, dengan ketidakmampuan finansial kita. Jujur, IM minder. Oke,IM tau itu bukan suatu sikap atau sifat yang baek. Tapi, dengan kehidupan dikelilingi oleh orang-orang yang selalu melihat dari kacamata uang, gimana IM gak untuk jadi kaya gitu?”
Dapat dibayangkan bagaimana perasaan seorang ayah menerima surat seperti itu dari anaknya. DG mengaku merasa sangat terpukul dan emosi atas perlakuan yang diterima anaknya. “Saya bisa rasakan bagaimana benteng pertahanan anak saya roboh, apalagi dia akan ujian. Dia dijadikan sasaran oleh mereka yang tidak senang dengan saya,” ujarnya.

Cucu Saputra, Kepala SMA 3 yang baru, mengaku sudah mendengar kisah ini dari DG secara langsung. Cucu mengatakan akan menelusuri kasus ini. “Saya harus melakukan konfirmasi dulu baik terhadap siswa itu maupun guru-gurunya. Pada intinya saya ingin menekankan, kalau ada masalah antara sekolah dengan orang tua, siswa jangan sampai menjadi korban,”tegasnya.(Zaky/”PR”)***

Ayo Semangat IM+ Bapak DG, begitulah sebagian guru"SMA 3...masih ada orang baik diantaranya namun ada orang bejatnya juga...demo ajalah kaya waktu taun 2001. Tuh...dana mesjid dikemanain? Lagian waktu saya kelas 3, ada temen saya y g ngerti"...trus dia nanya, gurunya malah bilang "Gitu aja qo g ngerti sih?" Apa itu jawaban guru?

Ayo...perjuangan memang berat, dikucilin d SMA3, no problemo! toh bentar lagi lulus...sekarang mah lulus aja dulu, liatin kalo orang kurang mampu juga bisa lulus SPMB...g cuma orang berduit, yang bisanya nyogok doang...

No comments: