Monday, July 19, 2010

Apa yang salah dengan menjadi seorang dokter?

Perbincangan menarik tadi malam dengan seorang teman, melanjutkan perbincangan yang sama beberapa minggu yang lalu, tentang tugas dokter dan apoteker. Dua dunia yang memang tidak akan pernah lepas dari profesi saya sebagai dokter di bagian farmakologi.

Perbincangan diawali dengan sebuah wacana tentang siapa yang berhak memberikan resep? Memang dokter yang menganamnesa, memeriksa fisik pasien (mental termasuk di dalam sini), meminta pemeriksaan penunjang untuk menunjang diagnosisnya, dan menegakan diagnosa. Meski dokter mengetahui fisiologis dan patofisiologis penyakit, namun apoteker lebih ahli dalam soal obat.

Untuk bisa berbincang, mari kita lihat apa yang sebenarnya tertulis di atas kertas, menjadi sebuah peraturan bagi seorang dokter dan juga apoteker.



Menurut Pasal 35 UU Praktik Kedokteran RI No. 29 Tahun 2004 http://www.dinkes-kotasemarang.go.id/dokumen/uu_praktik_kedokteran.pdf bahwa tugas dan wewenang seorang dokter yang ber-STR adalah :
1. Mewawancarai pasien (anamnesa)
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan mental
3. Menentukan pemeriksaan penunjang
4. Menegakkan diagnosa
5. Menentukan penatalaksanaan dan peng-
obatan pasien
6. Melakukan tindakan kedokteran dan kedok- teran gigi
7. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan
8. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpincil dan tidak ada apotek.

Sementara tugas dan tanggung jawab seorang apoteker (yang ini susah banget dapet UU atau Permenkes yang menjelaskan, atau saya yang kurang tau), akhirnya saya hanya mengacu pada http://pharmacy.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=31&Itemid=96 tentang Tugas dan Kewajiban Apoteker adalah :
  1. Bertanggungjawab atas proses pembuatan obat, meskipun obat dibuat oleh asisten apoteker.
  2. Kehadirannya di tempat bertugas diatur oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
  3. Wajib berada di tempat selama jam apotek buka.
  4. Wajib menerangkan ke konsumen tentang kandungan obat yang ditebus. Penjelasan ini tidak dapat diwakilkan kepada asisten atau petugas apotek.
  5. Membahas dan mendiskusikan resep obat langsung kepada dokter, bukan asisten atau petugas apotek.
  6. Wajib menjaga kerahasiaan resep pasien.
Sumber: Seputar Indonesia Pagi, RCTI, 22 Februari 2009

Satu lagi yang perlu dicermati tentang peraturan yang berlaku di Indonesia adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Disini dijelaskan bahwa dokter WAJIB memberikan obat generik (jika ada dan tersedia) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah (tidak berlaku wajib di tempat lain, tapi juga tidak dilarang). Dan jika dokter melanggar, maka apoteker bisa langsung mengganti obat bermerk yang diberikan dengan obat generik yang mengandung zat dan bahan aktif yang sama.

Dari ketiga sumber yang saya gunakan sepertinya sudah sangat jelas bahwa dalam pelayanan terhadap pasien, mulai dari anamnesa hingga evaluasi, semua dilakukan secara bermitra, bersinergis. Dokter yang mendiagnosa dan menuliskan resep, namun jika ada apotek dan apoteker, makan apotekerlah yang wajib memberikan dan menjelaskan obat terhadap pasien, dan berdiskusi dengan dokter jika ada sesuatu hal yang dirasakan janggal. Karena memang tidak bisa dipungkiri, kedua profesi ini berpikir dengan otaknya masing-masing yang mempunyaikelebihan di masing"bidang, dan kekurangan pada bidang yang lain. Dan jika tidak dikomunikasikan, maka akan bentrok semuanya. 

Mari kita ambil contoh pemberian kodein untuk anak yang sedang diare. Kodein masuk ke dalam golongan narkotika tapi digunakan untuk terapi batuk. Mengapa diberikan pada anak diare? Karena efek samping dari kodein yang diambil, relaksasi usus. Banyak dokter senior yang melakukan ini, jika tidak ada komunikasi antara dokter dan apoteker maka apoteker akan menjelaskan bahwa kodein sebagai obat batuk, padahal pasien datang dengan keluhan diare.

Kasus lain misalnya pemberian obat"an dengan Index Terapi yang sempit, disini dokter akan menghitung dosis berdasarkan Protap yang ada (biasanya menggunakan standar Amerika atau Eropa), saat inilah dokter harus mendengarkan arahan dari dokter Farmakologi Klinik atau rekan dari Farmasi Klinik yang akan melakukan penyesuaian dosis sesuai dengan kondisi pasien seperti berat badan, fungsi hati,serta fungsi ginjal. Dan dokter Farmakologi Klinik juga Farmasi Klinik harus mendengarkan pendapat dokter penangung jawab, karena beliaulah yang mengetahui kondisi pasien dan tindakan apa yang ada di benak sang dokter ini untuk penatalaksanaan pasien.

Teringat sebuah film yang sangat bagus, tentang sebuah kerja sama, Team Medical Dragon, semua elemen pelayanan kesehatan bekerja sama untuk tujuan yang sama kesejahteraan pasien. Jadi cukuplah perdebatan tentang tugas dan kewajiban dokter. Tugas kami sudah sangat jelas, bahkan diatur dalam UU. Jika tugas anda belum jelas, maka perjelaslah. Karena kita bersama mempunyai tanggung jawab, ada pasien yang menunggu di depan kita.

Dokter bukanlah manusia sempurna dan tidak akan pernah mampu bekerja sendiri. Begitu pula anda.

-gadiskcil yang sedang rindu bercengkrama dengan pasiennya-

No comments: